Matapubliknews.com — Seorang warga Kampung Kopeng, Desa Girijaya, Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, melaporkan sekelompok orang yang mengaku sebagai wartawan ke Polres Sukabumi. Laporan itu dibuat setelah mereka diduga melakukan perekaman dan penyebaran video tanpa izin, yang berkaitan dengan insiden di lingkungan Yayasan Nurul Ikhlas.
Orang yang merasa dirugikan adalah anak dari Kepala Yayasan Sekolah MTs dan MI Nurul Ikhlas. Ia mengaku tidak terima atas tindakan para oknum tersebut yang dinilainya telah mengganggu kenyamanan keluarga serta melanggar etika jurnalistik.
“Saya selaku dari anak pemilik yayasan, yang hari ini saya telah dirugikan oleh sekelompok orang yang datang ke rumah saya mengaku sebagai oknum wartawan,” ungkap Arpi saat memberikan keterangan, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, kedatangan para oknum itu ke rumahnya dilakukan tanpa izin. Mereka mengaku ingin melakukan klarifikasi kepada orangtuanya, yang juga merupakan Kepala Yayasan, terkait persoalan yang terjadi di sekolah. Namun, kehadiran mereka justru menimbulkan keresahan.
“Nah ini yang menjadi persoalan bagi saya karena mengganggu ketertiban dan kenyamanan saya yang sedang istirahat waktu itu. Si oknum wartawan ini datang ke orangtua saya untuk klarifikasi mengenai persoalan yang hadir di dalam sekolah,” katanya, saat diwawancara oleh awak media Kamis (9/10).
Ia menjelaskan bahwa persoalan yang dimaksud bermula pada Jumat, 3 Oktober 2025, ketika terjadi dugaan perkelahian antara siswa MTs dan MI Nurul Ikhlas. Namun, masalah tersebut sudah ditangani secara baik oleh pihak sekolah melalui klarifikasi dan mediasi dengan kedua orangtua siswa.
“Persoalannya pada hari Jumat tanggal 3 Oktober 2025 itu ada insiden dugaan perkelahian antara siswa MTs dan MI. Setelah diklarifikasi video tersebut dan dilakukan mediasi terhadap kedua orangtua murid, kemudian ini di videokan dengan tujuan setelah berbincang dengan murid yang bersangkutan — tujuannya itu adalah merupakan tren,” terangnya.
Namun, situasi semakin memanas ketika video hasil mediasi tersebut disebarkan oleh oknum yang mengaku wartawan. Menurut Adit, penyebaran itu dilakukan tanpa seizin pihak keluarga maupun yayasan.
“Lalu kemudian video ini disebarkan oleh oknum yang mengaku wartawan dan mereka juga melakukan perekaman video yang tidak saya izinkan dan konfirmasi ke saya di rumah saya sendiri,” ujarnya.
Ia menegaskan, oknum tersebut juga mendatangi rumah pribadinya dan merekam percakapan dengan orangtuanya tanpa izin. Bahkan, mereka sempat melakukan perekaman di Polsek Warungkiara tanpa sepengetahuan keluarga.
“Oknum wartawan tersebut datang ke rumah untuk meminta klarifikasi kepada kedua orangtua saya yang sebagai kepala yayasan, bapak saya. Dia saat merekam video tidak izin ke saya. Setiap apa yang mereka video, mereka tidak meminta izin ke keluarga saya baik di Polsek Warungkiara maupun di rumah pribadi saya,” jelasnya.
Menurutnya, tindakan penyebaran video tanpa izin tersebut telah menimbulkan kesalahpahaman publik dan merugikan nama baik yayasan.
“Video yang diviralkan oleh oknum wartawan ini tidak ada konfirmasi kepada kedua orangtua saya, termasuk ke pihak yayasan,” tegasnya.
Ia juga mengaku, kaget ketika mengetahui video itu telah beredar luas di media sosial. Padahal, persoalan antar siswa di yayasan tersebut telah selesai dan disepakati oleh para pihak melalui mediasi.
“Saya kaget saat video itu diviralkan, karena pertama, mengenai persoalan perkelahian antara murid di yayasan ini sudah selesai. Kami langsung memanggil anak yang bersangkutan bersama orangtuanya,” imbuhnya.
Namun, secara mengejutkan, para oknum itu kembali datang ke rumah Adit untuk mempertanyakan ulang persoalan yang telah diselesaikan tersebut.
“Tapi malam hari, tiba-tiba setelah dilakukan perkumpulan dengan orangtua, ini ditanyakan kembali. Yang saya bingungkan itu ketika mereka datang ke rumah saya meminta klarifikasi kembali dengan masalah yang sudah selesai,” lanjutnya.
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa ia sempat meminta identitas para oknum tersebut. Namun, setelah diperiksa, media yang tercantum di ID card mereka tidak terdaftar di Dewan Pers, bahkan tidak memiliki situs resmi.
“Saya meminta tanda pengenal dan mereka menunjukkan ID card. Ternyata setelah saya cek, tidak ada website atau pun media yang mereka sebutkan. Tidak masuk dalam Dewan Pers. Mereka hanya aktif di media sosial Facebook dan diviralkannya juga di Facebook dan YouTube,” pungkasnya.
Atas dasar itu, Arpi dan keluarganya resmi melaporkan perbuatan para oknum tersebut ke Polres Sukabumi, dengan harapan aparat penegak hukum dapat menindak tegas pihak-pihak yang mengatasnamakan wartawan namun bertindak di luar koridor hukum dan kode etik jurnalistik.
Tim Red


Social Footer