Malut, Malifut -- Saat ini publik tengah ramai memperbincangkan dugaan keterlibatan oknum aparat kepolisian, Dartoman Purba S.H., Kanit Reskrim Polsek Malifut, dan Marthen, seorang security dari perusahaan tambang PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM), dalam tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat penambang emas kecil. Senin (28/04/25)
Beberapa narasumber yang ditemui langsung oleh awak media mengungkapkan bahwa meskipun masyarakat telah berupaya melakukan aksi demonstrasi dan melaporkan tindakan mereka, Dartoman Purba S.H. dan Marthen tetap sulit disentuh hukum. Narasumber tersebut mengungkapkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan Dartoman dan Marthen seolah mendapat perlindungan dari Haji Robert, pemilik NHM.
Menurut pengakuan para sumber, Dartoman Purba pernah menyatakan secara terang-terangan bahwa, "Selama Haji Robert masih ada, tidak ada yang bisa menggantikan saya."
Menanggapi persoalan ini, praktisi hukum Safridhani Smaradhana, S.H., M.Kn., menyebutkan bahwa tindakan Dartoman Purba S.H. dan Marthen yang merasa kebal hukum merupakan indikasi adanya monopoli kekuasaan oleh Haji Robert atas lahan tambang rakyat. Padahal, para penambang emas manual hanya mengelola limbah buangan dari perusahaan, yang notabene adalah tanah atau material yang sudah tidak digunakan lagi.
"Selama ini, masyarakat hanya mengelola limbah tersebut untuk bertahan hidup, bukan mengambil hasil tambang primer milik perusahaan," ujar Safridhani.
Ia juga menyoroti indikasi kuat adanya laporan langsung dari Haji Robert ke sejumlah oknum di Polda Maluku Utara, yang kemudian diteruskan ke Polres Halmahera Utara, hingga ke Kapolsek Malifut. Dari sana, oknum polisi Dartoman Purba S.H. diduga diperintahkan turun ke lapangan tanpa prosedur hukum yang sah, seperti Surat Perintah Tugas yang sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) Polri.
Parahnya, tindakan penyitaan barang milik masyarakat tanpa dasar hukum, seperti perampasan mesin tromol yang terdiri dari enam unit alat termasuk dinamo, dap, dan alkon, bisa masuk dalam kategori pidana karena dilakukan tanpa surat resmi dan cenderung memaksakan kehendak.
Berdasarkan hal ini, keterlibatan pihak NHM dan oknum aparat hukum dinilai sebagai bentuk kerja sama untuk menindas penambang emas rakyat yang hanya berjuang mencari nafkah untuk keluarganya.
Lebih ironis lagi, setelah masalah ini mencuat ke publik, Dartoman Purba S.H. malah memberikan klarifikasi kepada wartawan Media Siber Malut, bukan kepada media yang awalnya memberitakan kasus tersebut. Hal ini dinilai tidak etis dan bertentangan dengan prinsip jurnalisme yang mengharuskan klarifikasi kepada media yang pertama kali mengungkapkan berita.
Selain itu, oknum wartawan media Siber Malut dinilai melanggar kode etik jurnalistik karena menerbitkan berita klarifikasi tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada Haji Robert, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers dan prinsip 5W+1H (What, Who, Where, When, Why, How).
Pihak media yang pertama kali memberitakan kasus ini juga mencoba melakukan konfirmasi kepada Dartoman Purba, namun yang bersangkutan memilih acuh tak acuh.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan menuntut ketegasan Kapolda Maluku Utara, Waris Agono, untuk menindak tegas oknum aparat yang diduga terlibat serta menjaga marwah institusi Polri.
(Tim)
Social Footer